Halaman
Menyusun Naskah Drama
257
Pelajaran ini merupakan kelanjutan dari pelajaran sebelumnya. Pada pelajaran
ini Anda tidak hanya belajar menganalisis pementasan drama, tetapi juga
mengevaluasi, menyusun naskah, dan mengidentifikasi komponen-
komponennya. Selain itu, Anda belajar membandingkan naskah hikayat dengan
cerpen serta menulis cerpen berdasarkan realita sosial.
Pelajaran 21
Menyusun Naskah
Drama
Kemampuan Bersastra
Piawai Berbahasa Cakap Bersastra Indonesia SMA/MA Kelas XI (Program Bahasa)
258
A. Mendengarkan
Tujuan Pembelajaran:
Anda diharapkan dapat menganalisis pementasan drama berkaitan
dengan isi, tema, dan pesan
Menganalisis Pementasan Drama
Pada pelajaran terdahulu Anda telah mencoba melakukan analisis terhadap pemetasan,
khususnya analisis isi dan tema. Barangkali analisis yang Anda lakukan belum memuaskan.
Tak apalah. Namanya juga belajar. Nah, kali ini Anda masih menganalisis pementasan drama
khususnya menganalisis pesan-pesan yang disampaikan. Dalam hal ini, mungkin saja dalam
sebuah pementasan terdapat beberapa pesan.
Uji Kompetensi 21.1
Tontonlah dan analisislah tayangan drama atau sandiwara di televisi! Gunakan format analisis
pada Pelajaran 7!
B. Berbicara
Tujuan Pembelajaran:
Anda diharapkan dapat memerankan drama atau penggalan drama.
Memerankan drama
Masih ingat pementasan drama
Diam
atau
Rama Bargawa
? Tentu saja pada pementasan
itu, selain naskah, juga diperlukan sutradara, pemain atau pemeran, dan kru atau petugas
pementasan. Masih ingat, bukan?
Uji Kompetensi 21.2
Bagilah kelas Anda menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri atas 8 – 10 orang.
Tugas kelompok adalah mementaskan naskah berikut di dalam kelas! Tentukan siapa sutradara,
pemeran, kru, dan perlengkapan lain yang harus disiapkan! Selama pentas, Anda juga bertindak
sebagai penilai.
Menyusun Naskah Drama
259
Malin Kundang
Para Pelaku: 1. M
alin Kundang
2. Ibu
Pentas menggambarkan suasana di sebuah pelabuhan atau pantai.
01. Malin Kundang : (
Muncul dengan pakaian serba mewah, dengan perilaku yang angkuh
)
“Akulah orang yang kaya bahkan mungkin terkaya di Indonesia. Kekayaanku
ada di mana-mana. Apa yang aku inginkan pasti kesampaian. Aku datang
kemari hanya ingin menanamkan modal di sini Ha ha ha ha ....”
02. Penonton
: (
Koor
) “Tuan, apakah Tuan yang dulu dipanggil Malin oleh penduduk
Telukabayur?”
03. Malin Kundang : “Ya, ya,
benar. Akulah si Malin Kundang itu. Tapi, kini aku kaya raya
berkat keuletanku melakukan usaha dagang di seluruh dunia. Ha ha ha
ha ....”
04. Ibu
: (
Datang dengan pakaian sangat sederhana.
)
05. Penonton
: “T
uan Malin, kenalkah Tuan akan perempuan yang datang di hadapan
Tuan?”
06. Ibu
: (
Mendekati Malin
) “Oh, anakku Malin, bertahun-tahun engkau telah
meninggalkan daku. Aku sangka engkau mati. Tetapi, puji syukur aku
panjatkan kepada Tuhan, kini engkau telah kembali ke tanah tumpah
darahmu. O, anakku!”
07. Malin Kundang : (
Menatap dengan penuh rasa curiga
) “Hai, perempuan! Apa yang engkau
katakan? Tak tahu malu. Mengaku-aku sebagai ibuku. Ibu saya tidak
miskin. Aku bukan anakmu! Dan engkau bukan ibuku! Pergi!!! Ayo,
pergi, pergi ...!!!”
08. Ibu
: “Oh, Malin, Malin! Engkau yakin betul ... aku bukan ibumu? Tapi aku
yakin engkaulah Malin Kundang anakku satu-satunya.”
09. Malin Kundang : “Apa? Aku bukan anakmu. Aku saudagar kaya. Dan engkau ... engkau
hanya perempuan desa. Miskin pula. Ayo, pergi, pergi, pergi, pergi ...!!!”
10. Ibu
: “Tak kusangka anakku sedurhaka itu. Malin, Malin! Kalau engkau tidak
mengakui aku sebagai ibumu, apa yang engkau kehendaki Malin?”
11. Malin Kundang : “Pere
mpuan tua bangka! Aku nyatakan sekali lagi aku bukan anakmu.
Kalau aku engkau anggap anakmu yang durhaka, kutuklah aku. Tapi
kalau benar kau bukan ibuku, kutukmu akan balik mengenai dirimu.”
12. Ibu
: “Oh, Tuhan yang Mahakuasa! Oh, Tuhan yang Maha Mengetahui. Oh,
anakku Malin, keras benar watakmu seperti batu di tengah laut. Tak
bergeming oleh ombak samudra. Malin! Malin! Anak duhaka! Durhaka!”
13.
Terdengar suara badai mengamuk, cahaya kilat dan suara guruh memenuhi panggung
.
14. Malin Kundang : (
Tampak takut, bingung, linglung, limbung, berteriak-teriak histeris makin
lama makin lemah
).
15. Penonton
: (
Koor
) “Malin! Malin! Anak durhaka. Semua harta kekayaanmu tidak
akan menolongmu, Malin! Kedudukan tidak akan menyelamatkanmu
dari kutukan seorang ibu, Malin!” (
Menyanyikan lagu Malin Kundang
Anak Durako
)
Piawai Berbahasa Cakap Bersastra Indonesia SMA/MA Kelas XI (Program Bahasa)
260
C. Membaca
Tujuan Pembelajaran:
Anda diharapkan dapat membandingkan naskah hikayat dengan
cerpen
Membandingkan Hikayat dengan Cerpen
Membandingkan hikayat dengan cerpen berarti mendeskripsikan persamaan-persamaan
dan perbedaan-perbedaannya dtinjau dari segi bahasa, latar cerita, pengarang, tokoh, dan
perwatakan, serta kaitan isi dengan kehidupan masa sekarang.
Uji Kompetensi 21.3
1. Baca dan bandingkan penggalan hikayat dan cerpen berikut!
Penggalan Hikayat
Hikayat Seri Rama
Alkisah maka tersebutlah pula hal ayah bundanya Raja Seri Rama di dalam negeri
Tanjung Bunga. Setelah membuangkan puteranya ke dalam hutan yang lepas, rimba yang
banat, sampai tiga bulan lamanya, maka datanglah seorang raja bernama Maharaja Dewana
daripada negeri Pulau Kaca Puri namanya di telangah laut yang besar. Adapun Maharaja
Dewana ini, telah mendengar warta khabaran orang akan isteri Raja Seri Rama tuan putri
Sekuntum Bunga Setangkai namanya, pada negeri Tanjung Bunga, terlalu baik parasnya
dan manis sebarang lakunya, tiadalah tolok bandingnya seluruh negeri Tanjung Bunga itu:
Pinggang secekak jari manis,
Tubuhnya langsar barang menjelai,
Jari halus tombak serai,
Santap sirih berkaca-kaca,
Air diminum berbayang-bayang,
K
habarnya konon warta itu. Maka terlalulah birahi di dalam hati Maharaja Dewana, tiada
lupa siang dan malam igau-igauan. Maka ia pun sudah berniat hendak diperisteri juga tuan
puteri itu. Maka ia pun bersiap seorang dirinya. Ada kepada suatu hari waktu tengah hari,
buntar bayang-bayang Maharaja Dewana pun mengenakan
Langkah sidang budiman;
Anak ular berbelit kaki,
Anak lang terbang menyongsong angin:
Selangkah ke hadapan,
Tanda meninggalkan negeri,
Dua langkah balik ke belakang,
Tanda berbalik ke Pulau Kaca Puri.
Menyusun Naskah Drama
261
Maka ia pun berjalan dengan kesaktian terbang menuju negeri Tanjung Bunga, hari
sudah merembang petang. Maka ia pun sampai di luar kota Raja Seri Rama. Maka ia pun
duduklah di situ seorang dirinya.
Dari C. Hooykaas,
Penjedar Sastra
Penggalan Cerpen
Musibah
Cerpen Jujur Prananto
Menjelang tengah malam. Ponsel dekat
badlamp
bergetar. Terlalu lama untuk sebuah
pesan pendek. Di perbatasan antara terjaga dan bermimpi, Budiman berdecak kesal
sekaligus meraih ponselnya. Telepon dari Mbak Lita? Di malam selarut ini?
– Halo!
– Budiman? Cepat stel televisi! Laporan Khusus!
Lalu, terdengar suara tut pendek-pendek, pertanda telepon ditutup.
Budiman malas-malasan meraih
remote control
dan menghidupkan televisi. Pas di
chanel
yang mena-yangkan sisa Laporan Khusus. Tampak seorang pria berumur sekitar empat
puluh tahun dalam posisi membelakangi kamera digiring dan dikawal belasan petugas
kejaksaan dan kepolisian memasuki sebuah mobil tahanan yang parkir di depan pintu
pagar yang terbuka lebar. Puluhan wartawan berbagai media merangsek berusaha
mendekati pria tua itu, melontarkan berbagai perta-nyaan yang tak begitu jelas terdengar.
– Siapa yang menelpon?
Budiman tak menjawab pertanyaan istrinya yang ikut terjaga sebab seluruh konsentrasinya
sedang terpusat untuk mengingat-ingat siapa gerangan sosok pria tua yang serasa begitu
dikenalnya itu. Sayang kamera terus mengikutinya dari belakang hingga wajahya tak kunjung
tampak. Barulah ketika pria tua ini memasuki mobil tahanan, kamera bergerak sedemikian
rupa hingga berhasil mengambil
closeup
-nya.
– Pakde Muhargo!
Budiman cepat-cepat mengambil ponselnya lagi. Menelepon balik ke ponsel Mbak Lita.
Tidak aktif. Dicoba-nya langsung ke rumahnya di Batam. Tak ada yang mengangkat.
– Coba saja tanya Mbak Rina.
– Sudah sebulan ini ia tinggal di Amerika. Ah nggak tahu nomor teleponnya.
– Kenapa nggak langsung nelpon ke rumah pakde aja?
Budiman terdiam. Saat ini suasana rumah pakde pastilah sangat tidak kondusif untuk
menerima telepon dari luar.
Dari
Kompas
, 14 Januari 2007
2. Tentukan persamaan dan perbedaan kedua penggalan tersebut ditinjau dari bahasa, latar
cerita, pengarang, tokoh dan penokohan, dan relevansinya dengan kehidupan masa
sekarang!
Piawai Berbahasa Cakap Bersastra Indonesia SMA/MA Kelas XI (Program Bahasa)
262
D. Menulis
Tujuan Pembelajaran:
Anda diharapkan dapat menyadur cerpen ke dalam bentuk drama
satu babak.
Menyadur cerpen
Pada pelajaran yang lalu Anda telah belajar mengubah cerita
Kebebasan Abadi
ke dalam
bentuk naskah drama? Nah, kegiatan serupa akan kita ulangi sekali lagi. Untuk keperluan itu,
Anda dituntut memahami jalan ceritanya, pelaku-pelakunya, konflik di antara mereka, dan
membayangkan bagaimana seandainya naskah itu dipentaskan.
Uji Kompetensi 21.4
Ubahlah penggalan cerita berikut ke dalam bentuk naskah drama yang siap dipanggungkan!
Tuliskan judulnya, para pelakunya, setingnya, nama pelaku di sisi kiri diikuti ujaran (dialog)
masing-masing. Bilamana perlu Anda dapat menyisipkan keterangan laku.
Terus terang, saya angkat tangan Pak” begitulah pada akhirnya si dokter berucap
dengan muka sedikit tegang. “Setelah menimbang segala aspek medis dan nonmedis
yang saya catat selama Bapak menjadi pasien saya, saya sampai pada dugaan kuat
bahwa yang bisa menyembuhkan Bapak hanyalah Bapak sendiri.”
“Lho....”
“Apakah selama ini Pak Dar memendam persoalan serius?”
Napas Darsono tertahan sesaat. Mulutnya terkatup rapat.
“Kalau Pak Dar tidak menyadari atau tidak bersedia mengakui adanya persoalan
yang begitu dalam menghantui pikiran Bapak dan Bapak tak kunjung bisa mengatasi
persoalan tersebut, saya khawatir kondisi kesehatan Bapak akan terus menurun tanpa
pernah jelas penyakitnya.”
Darsono mengembuskan napasnya perlahan-lahan. Setelah beberapa saat terdiam,
ia pun berucap dengan suara pelan.
“Ya. Saya memang memendam persoalan yang sangat serius.”
Tjahjono, Tengsoe dan Wawan Setiawan,
Sanggar Bahasa dan Sastra Indonesia
Menyusun Naskah Drama
263
E. Ada Apa dalam Sastra Kita
Tujuan Pembelajaran:
Anda diharapkan dapat menganalisis perkembangan genre sastra
Indonesia.
Menganalisis Perkembangan Genre Sastra: Puisi
Genre sastra berarti jenis, tipe, atau kelompok ragam karya sastra. Dalam dunia sastra
dikenal tiga ragam karya, yaitu puisi, prosa, dan drama. Setiap ragam memiliki ciri khusus.
Pada awalnya, puisi yang banyak dibuat orang adalah
mantra
(diucapkan sebelum
menyadap nira, berburu, atau melakukan pekerjaan lain),
pantun
,
karmina
(pantun kilat),
talibun
(pantun 6 larik atau lebih per bait),
syair
(untuk berkisah), dan
gurindam
(puisi dua larik per
bait, yang memiliki hubungan sebab-akibat). Aturan mengenai jumlah baris dalam bait, jumlah
suku kata dalam setiap baris, pola sajak akhir ditaati benar. Selain itu, dikenal pula beberapa
bentuk puisi yang berasal dari sastra Arab dan Parsi, seperti gazal, masnui, rubai,kut’ah, dan
rubaiyat.
Uji Kompetensi 21.5
Tentukan nama bentuk puisi berikut!
1.
Assalamu’alaikum putri setokong beser,
yang beralun berilir si mayang,
si gedebah mayang;
mari, kecil kemari!
mari seni, kemari!
mari burung, kemari!
mari halus, kemari,
aku memaut lehermu,
aku menyanggul rambutmu,
aku membawa sadap gading,
aku membasuh mukamu,
sadap gading merancung kamu,
kaca gading menadahkanmu,
kolam gading menanti di bawahmu
bertepuk berkicar dalam kolam gading,
kolam bernama maharaja bersalin.
Hooykaas,
Penjedar Sastra
2. Gendang gendut tali kecapi,
Kenyang perut senang di hati.
Badudu, 1978
Piawai Berbahasa Cakap Bersastra Indonesia SMA/MA Kelas XI (Program Bahasa)
264
○○○○○○○○○
3. Asam kandis asam gelugur,
1
ketiga asam siriang-riang
2
Menangis mayat di pintu kubur,
mengenang badan tidak sembahyang.
Sabarudin Ahmad,
Seluk Beluk Bahasa Indonesia
––––––––––––––––––––––––––––––––––––––
1
mangga hutan,
Garcinia macrophylla
, rasanya masam
2
pohon berkayu keras,
Plotiarum alternifolium
4. Bukan hamba takut ‘kan mandi,
Takut hamba berbasah-basah,
Mandi di Lubuk Pariangan.
Bukan hamba takut ‘kan mati,
Takut hamba ‘kan patah-patah,
Hamba di dalam bertunangan.
Hooykaas,
Perintis Sastera
5. Apabila banyak berkata-kata,
Di situlah jalan masuk dusta.
Apabila banyak berlebih-lebihkan suka,
Itulah tanda hampir duka.
Sabarudin Ahmad,
Seluk Beluk Bahasa Indonesia
Rangkuman
1. Menganalisis pementasan drama dapat dititikberatkan pada isi, tema, dan pesan.
Dengan cara ini, kita dapat menemukan (1) tema, bahkan subtemanya, (2) pesan
atau amanatnya, (3) relevansi antara lakon, tema, amanat dengan kehidupan masa
kini, (4) manfaat nonton lakon tersebut, dan (5) daya tarik lakon tersebut.
2. Memerankan pelaku drama berarti melibatkan diri dalam sebuah pementasan. Hal
itu hanya terlaksana jika ada kerja sama antara produser, sutradara, pemain, dan
kru. Agar dapat memerankan pelaku drama, siapa pun harus berlatih dan berlatih.
Seorang aktor tanpa latihan betapa pun hebatnya, tentu tidak akan memiliki
keterampilan yang memadai.
3. Hikayat dan cerpen memiliki persamaan dan perbedaan. Keduanya adalah cerita
fiktif. Unsur-unsur intrtinsiknya sama, hanya saja penyajiannya berbeda. Bahasa,
kurun waktu penciptaan, seting, sifat cerita, dan lain-lain berbeda.
4. Mengubah bentuk cerita ke dalam bentuk naskah drama memerlukan kejelian dan
imajinasi. Selain harus memahami ceritanya, penulis harus dapat membayangkan
seandainya naskah itu dipentaskan di atas panggung.
Menyusun Naskah Drama
265
○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○
5. Genre sastra berarti jenis, tipe, atau kelompok ragam karya sastra. Dalam dunia
sastra dikenal tiga ragam karya, yaitu puisi, prosa, dan drama. Setiap ragam memiliki
ciri khusus. Pada awalnya, puisi yang banyak dibuat orang adalah
mantra
(diucapkan
sebelum menyadap nira, berburu, atau melakukan pekerjaan lain),
pantun
,
karmina
(pantun kilat),
talibun
(pantun 6 larik atau lebih per bait),
syair
(untuk berkisah), dan
gurindam
(puisi dua larik per bait, yang memiliki hubungan sebab-akibat). Aturan
mengenai jumlah baris dalam bait, jumlah suku kata dalam setiap baris, pola sajak
akhir ditaati benar.
Evaluasi
1. Jelaskan yang dimaksud pelaku protagonis, antagonis, dan pelaku tritagonis itu?
2. Tentukan nama bentuk puisi berikut!
a. Abdul Hamid Syah konon namanya,
Terlalu besar kerajaannya,
Beberapa negeri takluk kepadanya,
Sekalian itu di bawah perintahnya.
b. Buah ganja makan dikikir,
dibawa orang dari hulu.
Barang kerja hendaklah pikir,
Supaya jangan mendapat malu.
3. Jelaskan kesamaan dan perbedaan hikayat dan cerpen ditinjau dari kurun waktu penciptaan,
pengarang, latar, tokoh, bahasa, dan dari panjang-pendeknya cerita!
4. Komponen apa sajakah yang terdapat dalam teks drama berikut?
Bunyi gamelan menggema di setiap sudut. Orang-orang berdatangan dari segala penjuru,
mereka berdesakan mencari tempat di muka. Para ronggeng mulai ngibing. Sampur Rantam
Sari mulai berkelebat, orang-orang mulai ngibing. Waseng ngibing mati-matian. Bergantian,
Tembie, tukang becak, ngibing. Juragan Bungkik tak henti-hentinya tertawa, matanya tak
lepas menatap Rantam Sari, setiap goyang diikutinya dengan matanya. Tiba-tiba mereka
dikejutkan dengan datangnya hansip dan membubarkan kelompok tayub, Juragan Bungkik
ketakutan. Ia mengumpat. Orang-orang berhamburan, mereka meninggalkan kelompok
tayub. Kelompok tayub di tempat. Jo, bingung menyaksikan orang-orang pada lari. Rantam
Sari, Sum, Juminten bingung. Kelompok hansip mendekati Rantam Sari. Sumi, Juminten
mengendap-endap lalu kabur.
Hansip
: Kamu??
Rantam Sari : (
nervouse
) Ronggeng!
Hansip
: B
ohong, kamu pasti ...
Jo
: Bukan, Pak. Dia ronggeng. Dia crew saya, Pak.
Hansip
: Crew apa.
Jo
: Kelompok tayub, Pak.
Dari: Taufiq Ismail (ed.),
Horison Sastra Indonesia 4
Piawai Berbahasa Cakap Bersastra Indonesia SMA/MA Kelas XI (Program Bahasa)
266
5. Ubahlah cerpen berikut ke dalam bentuk drama satu babak!
Dukun sedang menguruti tubuh Sanwirya dari ujung kaki sampai ke ubun-ubun.
Kadang-kadang ia memijit dengan tumitnya. Rintihan Sanwirya dikembari oleh gumam
dari mulut dukun. A
jian sangkal putung
sedang dibacakan.
“Jadi kawan-kawan,” kata Sampir, “kita sudah sepakat sama-sama merasa
kasihan pada Sanwirya. Begitu?”
“Paling tidak, itu lebih lumayan daripada bertengkar,” kataku.
“Syukur! Marilah. Ada banyak cara untuk merasa kasihan kepada
penderes
1
itu. Menyobek kaus yang sedang kupakai untuk membalut luka Sanwirya adalah
sejenis rasa kasihan yang telah kulakukan. Oh, jangan tergesa, kita akan
menentukan lebih dulu demi apa rasa kasihan itu kita adakan.”
“Apa kataku!” tukas Waras.
Sanwirya mengerang. Aku mengintip. Nyai Sanwirya sedang memegangi tengkuk
suaminya. Air mata perempuan itu menetes dari hidungnya sambil meluruskan
punggungnya lalu mengatur duduknya dengan mantap.
Dari Ahmad Tohari,
Senyum Karyamin
–––––––––––––––––––––––––––––
1
penderes, penyadap nira kelapa
Refleksi
Tanyakan kepada guru Anda masing-masing, berapa skor yang Anda peroleh dari
jawaban Anda atas soal evaluasi di atas! Cocokkan dengan tabel berikut untuk
mengetahui tingkat keberhasilan Anda dalam mempelajari materi pada pelajaran ini.
Tabel Penguasaan Materi
Skor
Tingkat Penguasaan Materi
85 – 100
Baik sekali
70 – 84
Baik
60 – 69
Cukup
< 60
Kurang
Apabila tingkat penguasaan Anda mencapai skor 70 ke atas, Anda tergolong siswa
yang berhasil. Akan tetapi, kalau skor yang Anda peroleh di bawah 70, Anda harus
mengulangi pelajaran ini, terutama bagian materi yang belum Anda kuasai.